[PART 7 - LAST] Make It Right
Cerpen

[PART 7 – LAST] Make It Right


Judul: Make It Right
Karya: ViaViiaa

 

Disarankan untuk membaca cerpen-cerpen berikut terlebih dahulu, karena kisahnya saling berhubungan.

1. RUN
2. Your Eyes Tell

 

Part Sebelumnya :

 


 

“J-Jung-Hwa ada apa? Kenapa menangis dan minta maaf?” tanyaku sedikit bergetar. Berusaha menahan tangis karena belum yakin jika Jung-Hwa mengetahui semuanya.

“Ayo duduk dulu di sofa.” ucapku seraya menuntunnya menuju sofa.

Kami hanya terdiam untuk sesaat setelah duduk di sofa. Kuperhatikan Jung-Hwa yang menundukkan kepala sedang mengatur napasnya setelah menangis. Tak ada yang bisa kulakukan selain hanya diam dan menunggunya berbicara.

“Kita harus putus.” ucapnya lirih seraya mengubah pandangan kearahku.

Deg!

Hatiku seakan dicabik saat mendengar kalimat tersebut yang ia lontarkan secara tiba-tiba. Karena seingatku kami tidak ada masalah apapun sebelum ini. Semuanya baik-baik saja.

Atau tidak?

“K-kenapa?” tanyaku dengan sedikit bergetar, lalu menundukkan kepala.

Kulihat ia yang menggenggam kedua tanganku, mengusapnya lembut.

“Tiga konser terakhir kami menyedihkan. Stadion yang seharusnya penuh hanya terisi 30%. Dan dikonser berikutnya hampir 60% mengajukan refund. Setelah diselidiki, ternyata ada sebuah postingan di situs anonim yang menceritakan tentang hubungan kita. Tidak ada yang benar dari isinya, tetapi fans sudah banyak yang terpengaruh oleh postingan itu.” ucapnya menjelaskan.

“Awalnya aku biasa saja. Tapi setelah merasakan tiga kali konser dengan penonton yang hanya 30% dari total seharusnya, membuatku merasa sedih.” lanjutnya.

Sontak aku memalingkan pandangan kearahnya, hingga kudapati kedua bola mata itu yang kembali berkaca-kaca.

“Sebenarnya aku tidak masalah berapa banyak yang menonton kami. Tetapi mengetahui bahwa jumlah penonton sangat kurang dari total yang membeli tiket, membuatku merasa jika mereka tak mau lagi melihat penampilan kami. Semakin terbukti saat kemudian banyak dari mereka yang mengajukan refund.”

“Dan itu membuat hatiku sakit.” lanjutnya lengkap dengan air mata yang mengalir.

“Aku sama sekali tidak menyangka jika masalah seperti ini dampaknya sampai sejauh ini. Dan tidak menutup kemungkinan akan terjadi lagi nantinya. Aku sangat takut jika suatu hari nanti tidak ada lagi yang mau mendengarkan karya kami, tidak ada lagi yang mau melihat penampilan VOP. Jadi, maafkan aku. Kita harus berhenti sampai disini.” ucapnya semakin menggenggam erat kedua tanganku, masih dengan air mata yang mengalir.

Aku hanya mampu terdiam saat mendengar semua penjelasan itu.

Merasa sakit atas keputusan yang Jung-Hwa pilih.

“Apakah tidak ada cara lain selain putus?” tanyaku dalam hati.

Semakin sakit ketika dilain sisi aku memahami seberapa besar kesedihan Jung-Hwa, dan kekhawatirannya jika hal ini terjadi lagi. Karena aku mengerti seberapa besar ia mencintai musik. Mengetahui dan membayangkan tak ada lagi yang menginginkan musiknya tentu saja membuatnya sedih.

Aku mengerti, tapi rasanya aku ingin menolak untuk mengerti.

Karena kenyataan baru saja menamparku bahwa ternyata Jung-Hwa jauh lebih mencintai musik daripada aku.

Kulepas genggaman tangannya dari tangan kananku, kemudian mengusap lembuat pipi kirinya. Menghapus air mata yang masih tetap mengalir.

“Baiklah. Aku mengerti.” ucapku seraya tersenyum, namun tak mampu menghentikan air mata yang juga ikut mengalir.

Detik berikutnya Jung-Hwa semakin menumpahkan tangisannya. Dan kembali berucap maaf tanpa henti.

Tak ada yang bisa kulakukan selain menenangkannya.

Meski nyatanya aku pun berusaha mati-matian menahan rasa sakit ini agar tidak kutumpahkan.

“Aku masih mencintaimu Noona. Sangat.” ucapnya kembali setelah tangisnya mulai reda dan sedikit tenang.

“Aku tahu. Dan aku pun sama. Masih sangat mencintaimu.” ucapku seraya tersenyum dan mengusap lembut pipi kirinya.

“Mungkin kita memang tidak bisa berada dijalan yang sama. Aku tidak masalah kita berhenti sampai disini. Tapi tolong berjanji padaku, setelah ini kamu tidak boleh berhenti tersenyum. Berbahagialah selalu.” lanjutku.

“Kamu juga, berjanjilah untuk selalu bahagia dan tersenyum. Bukan senyuman palsu, tetapi senyuman yang benar-benar bahagia, tanpa menyimpan kesedihan.” ucapnya seraya mengusap lembut kedua pipiku secara bergantian.

Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.

Karena nyatanya aku masih belum yakin dengan apa yang akan kulakukan setelah ini.

Dan bahagia? Aku masih belum menemukan cara untuk mendapatkannya setelah datangnya tumpukan rasa sakit ini yang datang secara tiba-tiba dalam waktu yang singkat.

“Maaf waktuku tidak banyak. Aku harus segera kembali.” ucapnya setelah melihat jam tangannya.

Detik berikutnya ia memelukku kemudian mengecup singkat keningku.

“Terimakasih sudah mencintaiku. Aku sangat bahagia atas kenyataan itu. Berbahagialah selalu. I love you.” ucapnya seraya mengusap lembut pipi kiriku, kemudian bangkit dan berjalan menjauh hingga bayangannya tak lagi terlihat setelah keluar dari apartemen.

I love you too. Even more.” ucapku, kemudian menumpahkan semua tangis yang kutahan mati-matian.

Rasanya sakit sekali.

Seolah tidak cukup dengan hancurnya karir yang kuimpikan, kini ditambah hancurnya hubunganku dengan Jung-Hwa.

Seketika aku teringat akan postingan yang Jung-Hwa sebutkan, kemudian mencarinya di situs anonim.

 

“Kebenaran Dari Foto Jung-Hwa, Member Termuda VOP Yang Tertangkap Kamera Sedang Berpelukan”

Wanita yang ada di foto itu adalah pacar Jung-Hwa. Temanku yang mengatakannya. Ia satu kantor dengan wanita tersebut dan mereka cukup dekat. Wanita itu sendiri yang menceritakan tentang hubungannya dengan Jung-Hwa.

Mereka berdua sudah berpacaran sejak wanita itu masih bekerja di agensi yang menaungi VOP. Bahkan tidak jarang mereka bermesraan disaat jam bekerja. Ketika sedang tour pun mereka sering kali memanfaatkan waktu untuk berkencan. 

Awalnya aku tidak percaya. Tetapi kata temanku mereka menggunakan gelang couple. Wanita itu menggukan gelang berbentuk bulan, sedangkan Jung-Hwa menggunakan gelang berbentuk bintang. 

Setelah kuperhatikan lagi, ternyata Jung-Hwa benar menggunakan gelang itu.

Pantas saja beberapa kali aku melihat Jung-Hwa tidak fokus saat sedang peform.

 

Sontak aku teringat percakapan Hyejin di kamar mandi waktu itu.

“Rencana. Apa ini yang dia maksud dengan rencana itu? Apa dia juga orang dibalik postingan ini?”

“Kenapa tega sekali?”

Air mata kembali mengalir dengan derasnya.

Aku pikir memperbaiki hubungan dengan Jung-Hwa adalah pilihan yang tepat. Tapi ternyata tidak, pilihan itu justru menghancurkan semua yang kumiliki.

Apa sefatal itu jika orang biasa sepertiku menjalin hubungan dengan seorang idol?

Idol hanyalah sebuah pekerjaan. Jung-Hwa masihlah manusia biasa yang juga ingin merasakan cinta, begitu pula denganku. Tapi kenapa sangat sulit untuk kami bersama? Dari dulu bahkan hingga detik ini.

Atau memang kami tidak ditakdirkan untuk bersama?

Nyatanya Jung-Hwa pun jauh lebih mencintai musik.

Sementara aku sedikitpun tak merasa kesal pada Jung-Hwa, meski mengetahui bahwa fansnya lah yang telah menghancurkan karir impianku.

Karena rupanya perasaanku terhadap Jung-Hwa jauh lebih besar. Tidak masalah karirku hancur, selama masih ada dia disisiku.

Tapi sekarang apa? Karir dan Jung-Hwa, semuanya pergi.

“Rasanya sakit sekali Jung-Hwa. Apa yang harus kulakukan? Tidak bisakah memperbaiki karirmu dengan tetap berada disisiku?”

Aku menatap layar ponsel yang menampilkan foto kami berdua.

“Tapi aku juga tidak ingin karirmu hancur seperti apa yang kualami.”

“Aku masih sangat mencintaimu Jung-Hwa. Kali ini aku tidak tahu harus menghilangkannya dengan cara apa. Karena perasaan itu sudah sangat dalam daripada sebelumnya. Dan semakin sulit untuk dihilangkan.”

“Meski begitu aku akan tetap berusaha melakukannya. Demi kamu, juga demi hatiku agar suatu saat dapat sembuh dari luka.”

 

***

 

Aku terbangun saat cahaya matahari menyapa kedua bola mataku, sedikit terganggu karena silau cahayanya.

“Eh? Aku ketiduran disini semalam?” tanyaku saat menyadari terbangun diatas sofa.

Kulihat ponsel yang menampilkan pukul dua belas siang.

“Uda jam segini?”

“Tapi kok ngga ada satu pun pesan dari Jung-Hwa?” tanyaku saat menyadari tak ada satupun pesan dari Jung-Hwa diantara deretan notifikasi yang kuterima. Karena jadwalnya selama tour selalu dimulai pukul tujuh pagi. Dan seolah menjadi kebiasaan, ia selalu mengirimkan pesan sebelum memulai kegiatannya.

Kubuka aplikasi chatting yang biasa kugunakan, kemudian memperhatikan sebuah nama yang berada pada posisi paling atas.

Tidak ada satupun pesan baru.

Pandanganku kemudian beralih pada foto profilnya yang berubah.

Hanya sebuah background hitam dengan tulisan,

“I love you, but I can’t have you.”

Seolah tersadar akan sesuatu, aku kembali menitikan air mata. Merasakan sakit yang sebelumnya kupikir hanyalah mimpi ternyata tidak.

Itu semua adalah kenyataan yang harus kuterima.

Aku kembali menangis selama beberapa menit, menumpahkan rasa sakit yang teramat sangat.

Sudah tidak ada lagi alasan untukku bertahan di kota ini.

“Aku pasti akan sangat merindukan kota ini.” ucapku seraya memperhatikan deretan gedung tinggi dan langit biru yang ada dibalik jendela apartemenku.

Sementara ponselku bedering menunggu panggilanku dijawab.

“Halo. Ada apa sayang?” ucap suara diseberang.

“Ibu, bulan depan Safira pulang ke Indonesia ya. Safira mau tinggal di Indonesia.”

 

 

——— SELESAI ———

Baca Juga:

make it right make it right make it right 


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top