Judul: Make It Right
Karya: ViaViiaa
Disarankan untuk membaca cerpen-cerpen berikut terlebih dahulu, karena kisahnya saling berhubungan.
1. RUN
2. Your Eyes Tell
Part Sebelumnya :
“Atas nama siapa?” ucap seorang pelayan restoran.
“Safira”
“Ruangan nomor 15” ucapnya lengkap dengan senyuman.
Aku membalas dengan senyuman kemudian menganggukkan kepala. Kami memang bertemu di sebuah restoran yang memiliki ruangan VIP. Tentu saja ini demi keamanan Jung-Hwa yang seorang idol dan tidak bisa sembarangan bertemu orang di tempat yang ramai.
Aku membuka pintu ruangan, dan terdiam sejenak saat mendapati sosok tersebut yang telah duduk dengan tenang di kursinya, sedang melihat kearahku. Mata kami saling bertemu, dan bersamaan dengan itu, jantungku mulai berdetak kencang.
“Apa sudah lama menunggu?” ucapku kemudian duduk di kursi tepat didepannya.
“Tidak, baru sekitar sepuluh menit.” ucapnya yang hanya kubalas dengan bergumam dan mengangguk kecil sambil melihat ke bawah.
“Aku sudah memesan makanan favorit Noona, kita makan dulu baru setelah itu akan aku ceritakan semuanya. Kurasa Noona juga penasaran tentang dua tahun itu kan?”
Aku memalingkan wajahku kearahnya, ia tersenyum.
“Ah, aku rindu sekali dengan senyuman itu” ucapku dalam hati.
Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.
Beberapa menit kami lalui dengan keheningan saat menunggu makanan tiba. Sesuai janji, ia menceritakan semuanya dengan detail setelah piring kami kosong.
Cerita yang sangat panjang, dan berhasil membuatku sangat terkejut dengan kenyataan yang baru saja kuketahui. Tentang kenyataan bahwa kami pernah bertemu sekitar tiga tahun yang lalu. Tentang ia yang berusaha membuatku diterima bekerja di agensinya. Tentang ia yang berusaha menyelamatkan karirku, meski berakhir dengan hatiku yang tersakiti.
Tidak, bukan hanya aku. Dia pun merasakan rasa sakit yang sama. Dan aku baru mengetahui kenyataan tersebut.
Seketika air mataku mengalir tanpa kusadari. Mendengar bagaimana orang yang kucintai nyatanya telah berusaha lebih keras daripada aku membuat hati ini merasa sakit karena membiarkannya melalui itu semua sendirian.
Aku pun baru menyadari bahwa kehidupanku benar-benar lebih menyenangkan saat ia hadir dalam hidupku. Tak ada lagi beban yang kutanggung sendirian. Karena ada dia yang selalu siap berada disisiku.
“Bagaimana bisa aku baru menyadari itu semua sekarang?” tanyaku dalam hati.
“Maaf jika caraku salah Noona. Waktunya sangat singkat dan hanya cara itu yang terlintas dipikiranku.”
“Aku juga minta maaf” ucapku lirih.
Aku menatap kearahnya, melihat kedua bola mata yang kini terlihat berkaca-kaca.
“Maaf karena aku tidak tahu itu semua. Dan terimakasih karena sudah membuatku merasakan bagaimana rasanya bekerja sebagai fashion stylist sungguhan untuk pertama kalinya.” ucapku lengkap dengan senyuman dan air mata yang mengalir.
“Tidak, itu karena kemampuan Noona sendiri, sajangnim pun mengakuinya. Aku hanya sedikit membantu melawan aturan yang ada” ucapnya dengan sedikit tersenyum.
Ia mengusap lembut pipiku dengan ibu jarinya, menghapus air mataku yang mengalir secara bergantian di pipi kanan dan kiri.
“Maaf karena membuatmu merasakan sakit Noona. Maaf karena baru bisa menjelaskan semuanya sekarang. Aku butuh ijin semua orang termasuk sajangnim sebelum memperbaiki semuanya.” ucapnya dengan tersenyum, namun juga dengan air mata yang melewati pipi kanannya.
Kugenggam tangan kanannya yang masih berada di pipi kiriku, menatap kedua bola matanya yang tak lagi mampu menahan air mata itu.
“Sudah cukup. Jangan mengatakan maaf lagi. Rasa sakit itu sudah sembuh saat kamu menceritakan semuanya. Aku tidak akan menghindarimu lagi. Ayo kita mulai dari awal, kita perbaiki semuanya. Dan aku ingin rasa sakit yang kamu rasakan pun sembuh. Karena aku juga tidak ingin kamu merasakan sakit itu.” ucapku lengkap dengan senyuman, kemudian mengusap lembut air mata yang juga mengalir di pipinya.
Ia hanya bergumam dan mengangguk sebagai jawaban.
“Aku punya sesuatu untuk Noona”
Ia memberikan sebuah paper bag besar yang disimpan dibawah meja, membuatku tidak menyadari keberadaannya.
Paper bag tersebut berisi buket bunga yang cukup besar dan sebuah kotak kecil berwarna putih. Aku mengeluarkan isinya lalu menatap Jung-Hwa dengan penuh tanda tanya.
Ia mengambil kotak kecil tersebut, membukanya namun tidak memperlihatkan isinya padaku. Kemudian menggenggam tangan kananku.
“Hari itu, saat aku meminta Noona ke rooftop jam delapan malam. Aku berencana memberikan ini semua. Tetapi ternyata tidak berjalan sesuai rencana. Hari yang seharusnya ingin kujadikan sebagai salah satu hari bahagiaku, justru menjadi hari yang buruk bagiku.” ucapnya menatap genggaman tangannya.
Kemudian beralih menatapku.
“Aku mencintaimu Noona. Bahkan mungkin sejak kamu belum mengenalku, saat aku masih memperhatikanmu dari jauh, kurasa perasaan itu sudah ada. Lalu semakin dalam saat kita saling mengenal dan menjadi lebih dekat. Aku harap Noona memiliki perasaan yang sama denganku.” ucapnya lengkap dengan senyuman, kemudian memutar posisi kotak putih yang terbuka dan memperlihatkan isinya padaku.
Sebuah cincin dengan tiga permata kecil diatasnya.
Aku terdiam sejenak, dibalik pernyataan itu yang berhasil membuat jantungku berdebar tak beraturan, ada perasaan takut dan khawatir yang nyatanya tak mampu kuhilangkan.
Kejadian beberapa bulan yang lalu sedikitnya masih menyisakan rasa takut akan pahitnya memiliki perasaan terhadap seorang idol.
Aku takut kejadian serupa akan kembali terulang.
“Noona? Hey?” ucapnya sedikit mengguncang tanganku yang masih digenggamnya.
“Eh? Ya?”
Aku tersadar dari lamunanku, dan menatap genggaman tangan kami.
“Aku,. Takut” ucapku pelan.
“Takut?”
Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.
Ia menggenggam tanganku semakin kuat, membuat pandanganku beralih menatap kedua bola mata yang ada dihadapanku.
“Aku tahu mungkin tidak akan mudah, tapi setidaknya aku sudah mendapat ijin dari pihak agensi. Jadi, apapun yang akan terjadi nantinya, mereka pasti akan membantu kita. Semuanya akan baik-baik saja.” ucapnya kemudian tersenyum.
Kulihat keyakinan itu dari kedua bola matanya, membuatku merasa sedikit tenang.
Aku kembali menganggukkan kepalaku.
“Aku juga mencintaimu” ucapku kemudian menunduk, tak mau memperlihatkan pipi yang kuyakini pasti telah memerah.
Kulihat ia yang memasangkan cincin tersebut di jari tengah tangan kananku.
“Terimakasih Noona” ucapnya kemudian mengecup singkat punggung tangan kananku.
“Jadi sekarang kita pacaran?” lanjutnya.
Sejenak aku menatapnya yang sedang tersenyum, kemudian mengangguk sebagai jawaban.
“Aku berjanji akan selalu membuatmu tersenyum, dan tidak akan menyakitimu Noona.” lanjutnya, lengkap dengan senyuman dan kembali mengecup singkat punggung tangan kananku.
Aku hanya mampu kembali mengangguk lengkap dengan pipiku yang memerah.
“Ehm,. jangan panggil aku Noona lagi. Aku jadi merasa tua.” ucapku pelan, merasa malu saat mengatakannya.
“Eh? Bukankah memang itu kenyataannya?”
Seketika aku menatapnya tajam saat mendengar ucapan itu, kemudian memukul lengan kirinya.
“Aduh! Hehe iya maaf.” ucapnya sambil mengusap lengan kirinya.
“Kalau begitu aku panggil Sayang aja ya.” lanjutnya.
Detik itu juga aku merasakan pipiku semakin panas.
***
——— BERSAMBUNG ———
Part Selanjutnya :
Baca Juga: