[PART 4] Make It Right
Cerpen

[PART 4] Make It Right


Judul: Make It Right
Karya: ViaViiaa

 

Disarankan untuk membaca cerpen-cerpen berikut terlebih dahulu, karena kisahnya saling berhubungan.

1. RUN
2. Your Eyes Tell

 

Part Sebelumnya :

 


 

“Kamu besok jadinya berangkat jam berapa?” ucapku memecah fokusnya yang sedang menikmati camilan dan tayangan reality show di tv. Dengan aku yang bersandar di pundak kirinya.

“Jam dua siang” ucapnya setelah mengalihkan pandangan dari tv kearahku dan meletakkan camilannya, membersihkan tangan sejenak kemudian memainkan rambutku dengan tangan kanannya.

“Ehm,. beneran bakal sebulan ya?” tanyaku lirih.

“Hei,. hanya sebulan sayang” ucapnya setelah menangkup wajahku.

“Sebulan itu lamaaa” ucapku dengan bibir melengkung kebawah, menatapnya sedikit kesal.

Aigo,. nanti kita video call setiap hari oke?”

“Sebenarnya ngga perlu video call setiap hari juga sih. Aku cuma sedih karena ngga bisa ketemu sama sekali selama sebulan.”

“Nah, sabagai gantinya kita video call setiap hari” ucapnya lengkap dengan senyuman dan mengusap lembut pipi kiriku.

Aku hanya bergumam dan mengangguk sebagai jawaban.

VOP memang akan memulai kegiatan tour nya. Dan besok mereka akan tour di beberapa negara benua Amerika. Itulah sebabnya mereka baru kembali ke Seoul setelah satu bulan.

Bukan tidak memahami keadaan, aku hanya merasa sedih. Selama lima bulan ini kami selalu menyempatkan untuk bertemu minimal satu kali dalam seminggu. Membuatku tenggelam dalam kebiasaan baru. Sebuah kebiasaan yang membuatku tidak bisa untuk tidak bertemu dengannya sama sekali dalam seminggu.

“Ehm,. kalau besok aku ikut antar ke bandara apa boleh?” ucapku lengkap dengan ekspresi memelas, memohon agar diijinkan.

“Boleh, nanti aku minta tolong manajer untuk bantu antar kamu ke lounge nya VOP. Kita ketemu langsung disana aja ya, ngga bisa berangkat bareng ke bandaranya. Gapapa kan?” ucapnya masih dengan mengusap lembut pipi kanan dan kiriku secara bergantian.

“Iya, gapapa. Aku ngerti kok.” ucapku lengkap dengan senyuman, kemudian memeluknya.

Lima bulan telah berlalu dengan baik sejak pertemuan kami di restoran saat itu. Semua anggota VOP serta beberapa orang yang sering terlibat dengan VOP pun mengetahui hubungan kami, termasuk pimpinan mereka. Membuatku merasa tenang, karena setidaknya pihak agensi VOP mendukung hubungan kami.

Perkara pimpinan mereka, aku sendiri kurang mengerti bagaimana pada akhirnya beliau mendukung kami. Padahal beberapa bulan yang lalu beliau adalah alasan dari tindakan Jung-Hwa yang berhasil membuat kami terluka.

Saat aku bertanya pada Jung-Hwa, dia hanya menjawab:

Sajangnim hanya tidak setuju jika idolnya berpacaran dengan staff agensinya. Tapi kalau berpacaran dengan orang lain diluar lingkungan agensinya, diperbolehkan.”

Alasan yang menurutku cukup aneh dan masih belum sepenuhnya mampu kuterima.

 

***

 

Pukul setengah satu siang, bandara dibuat heboh oleh beberapa fans dan wartawan yang sedang berkumpul untuk mengambil gambar. Tidak mengejutkan karena memang beberapa meter dari tempatku berdiri, VOP baru saja turun dari mobil. Menyapa fans dan wartawan sejenak kemudian kembali melangkahkan kaki menuju pintu masuk bandara.

Sementara aku hanya memperhatikan sekilas kemudian kembali memainkan ponselku sambil sesekali melihat sekitar.

Safira-ssi?”

Aku mengalihkan pandanganku ke kanan, pada sumber suara yang memanggil namaku. Terlihat seorang pria dengan pakaian serba hitam.

“Ya?” balasku. Sedikit tidak terkejut karena tampaknya pria ini adalah salah satu bodyguard VOP yang ditugaskan untuk menjemputku.

Ia membungkuk sekilas kemudian kembali berucap.

“Saya salah satu bodyguard VOP, dan diminta untuk mengantar Anda ke lounge nya VOP” ucapnya.

“Oh, oke. Mohon bantuannya.” ucapku kemudian membungkuk sekilas.

Kami berjalan menyusuri ruangan dan lorong yang sangat asing bagiku. Atau mungkin lebih tepatnya asing bagi masyarakat umum. Karena tampaknya ruangan dan lorong yang kulewati dikhususkan untuk orang-orang tertentu.

Hal lain yang juga mengejutkanku adalah kenyataan bahwa aku memasuki area bandara tanpa perlu diperiksa tiket dan segala macamnya. Entah apa yang dilakukan Jung-Hwa dan agensinya, mereka seperti memiliki aturan sendiri dengan bebas membiarkan siapapun memasuki area bandara.

Lima belas menit berlalu, aku akhirnya tiba di sebuah lounge yang terbilang mewah. Dengan kaca besar di beberapa titik yang mampu menampilkan dengan jelas deretan pesawat yang sedang parkir maupun bersiap untuk lepas landas. Lounge ini berbeda dengan yang biasa kugunakan saat bepergian dengan agensiku, terlihat dari desain interior yang jelas berbeda.

“Apa setiap agensi punya lounge sendiri-sendiri?” tanyaku dalam hati.

Grep

Aku tersadar dari lamunanku saat merasakan sepasang tangan yang memelukku dari belakang. Sedikit menoleh kekanan dan mendapati wajah yang sangat kukenali, kemudian aku tersenyum.

“Sudah lama?” tanyanya.

“Enggak. Barusan sampai.” ucapku seraya melepas pelukannya, kemudian berbalik menghadapnya.

“Kok aku dulu yang sampai, padahal kamu duluan yang masuk ke bandara?” lanjutku.

“Tadi didalam tiba-tiba ada beberapa wartawan yang menghentikan kami. Mereka memaksa mau bertanya beberapa hal, dan kami mau ngga mau ya menjawabnya. Itu pun berakhir bodyguard yang harus menghentikan mereka karena pertanyaan mereka yang semakin tidak masuk akal.”

“Tidak masuk akal?”

“Hhmm,. pertanyaan tentang kehidupan pribadi.”

Aku hanya bergumam dan megangguk mengerti. Hampir semua agensi memang selalu menghindari pertanyaan yang menyangkut kehidupan pribadi idolnya. Hanya sebagian kecil dari kehidupan pribadi mereka yang akan dipublikasikan.

“Yauda ayo duduk disana” ucap Jung-Hwa sambil menunjuk deretan sofa yang sebagian telah ditempati oleh member VOP lainnya serta beberapa staff.

Aku hanya mengangguk dan mengikuti langkahnya sambil menyapa member VOP dan staff yang sedang duduk.

“Nah, ini dia lovebird kita” ucap salah satu member VOP dengan lantang lengkap dengan tawanya.

“Jangan bermesraan didepan kami Jung-Hwa” lanjut member lainnya.

“Makanya cari pasangan sana, hyung.” ucap Jung-Hwa santai kemudian duduk di salah satu sofa yang kosong.

Sementara member VOP dan staff lainnya hanya tertawa mendengar percakapan mereka.

“Ehm,. Ini aku buat kue kering untuk camilan di pesawat. Dimakan yaa.” ucapku lengkap dengan senyuman pada member VOP dan staff seraya meletakkan sebuah kotak cukup besar di salah satu meja.

“Wah,. Terimakasih Safira.” ucap salah satu member VOP, kemudian diikuti ucapan terimakasih oleh member dan staff lainnya.

Sementara aku menjawab dengan “iya” dan mengangguk, lengkap dengan senyuman. Kemudian duduk tepat disebelah kanan Jung-Hwa.

“Untuk aku mana?” tanya Jung-Hwa sambil mengulurkan kedua tangannya.

“Ya itu dimakan rame-rame sama yang lainnnya” ucapku sedikit terkekeh.

Ia hanya mendengus kemudian menurunkan kedua tangannya.

“Hehe,. iya iya nih buat kamu. Untuk makan nanti ya.” ucapku seraya memberikan sebuah kotak makan.

“Eh tapi di pesawat dapat makan juga kan?” lanjutku.

“Iya, dapat. Tapi sudah pasti aku lebih pilih masakan kamu lah daripada makanan pesawat.” ucapnya lengkap dengan senyuman saat menerima kotak makan tersebut.

“Makasih yaa” ucapnya sambil mengusap lembut pipi kiriku.

Aku hanya mengangguk lengkap dengan senyuman.

 

**

 

“Ayo semuanya siap-siap, lima belas menit lagi kita boarding” ucap salah satu staff dengan lantang.

Kulihat jam tanganku dan benar saja, sudah pukul setengah dua. Pesawat mereka akan take off pukul dua.

Aku terdiam sejenak, entah darimana asalnya, sebuah perasaan aneh tiba-tiba merasukiku.

Aku takut.

Aku khawatir.

Seolah sesuatu yang tidak kuinginkan akan terjadi setelah ini.

“Sayang?”

“Eh? Ya?” aku memalingkan pandangan kearahnya, tersadar dari lamunanku saat mendengar panggilan tersebut.

“Ada apa hmm?” ucapnya seraya mengusap lembut pipi kiriku.

“Apa ngga bisa dibatalin aja?” tanyaku lengkap dengan ekspresi sedih.

“Eh?” ucapnya terkejut.

“Kenapa tiba-tiba? Ada apa?” lanjutnya.

Kupalingkan pandanganku kebawah.

“Aku takut” ucapku lirih, namun tampaknya masih mampu terdengar oleh Jung-Hwa.

“Takut kenapa hhmm?”

Aku hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban.

Detik berikutnya ia langsung memelukku, sedikit terkejut namun tetap kubalas pelukannya.

“Maaf aku tidak bisa membatalkan jadwal begitu saja, apalagi secara tiba-tiba. Aku akan baik-baik saja. Kamu ngga perlu khawatir. Oke?” ucapnya seraya mengusap lembut punggungku.

Aku hanya bergumam dan mengangguk sebagai jawaban.

Ia melepas pelukannya kemudian kembali berucap,

“Apa yang harus kulakukan supaya kamu bisa tenang? Hhmm?” tanyanya seraya mengusap lembut kedua pipiku secara bersamaan.

Aku menatap kedua bola mata itu, memperhatikan pahatan wajah yang selalu menjadi favoritku. Masih dengan dipenuhi rasa takut dan khawatir yang menyelimuti. Aku tidak ingin dia pergi, tapi dilain sisi aku memahami jika ini adalah pekerjaannya. Dan aku tentu saja tidak bisa seenaknya meminta Jung-Hwa membatalkan jadwal atau sejenisnya.

Kuarahkan kedua tanganku pada masing-masing pipinya, kemudian kuusap lembut.

“Habiskan makanan dariku tanpa sisa, berdoa sepanjang perjalanan, dan langsung telfon aku saat turun dari pesawat. Oke?”

Detik berikutnya ia tersenyum kemudian kembali mengusap lembut kedua pipiku.

“Pasti akan kulakukan.”

Aku mengangguk dan kembali memeluknya. Hingga lima menit berlalu dan Jung-Hwa harus segera boarding.

Padahal beberapa menit yang lalu aku merasa baik-baik saja. Tapi bagaimana bisa perasaan takut dan khawatir itu tiba-tiba saja datang setelah aku mendengar kata “boarding“.

Sebenarnya darimana datangnya perasaan ini?

Tidak ada jawaban. Aku hanya mampu berharap semoga setelah ini tidak terjadi apa-apa.

***

 

 

——— BERSAMBUNG ———

Baca Juga:


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top