“Liburan di Bali”
Sabtu, 6 Januari 2018
Selamat Tahun Baru Evan,.
Aku baru bisa menuliskan surat ini sekarang karena akhir tahun 2017 aku liburan di Bali bersama keluarga.
Menyenangkan, tapi aku merasa sesak diwaktu yang bersamaan.
Awalnya aku tak peduli.
Tapi rasa sesak itu semakin terasa ketika aku berada di Pantai Kuta.
Beberapa kali aku datang ke pantai tersebut, rasa sesak itu masih sama dan selalu datang.
Aku penasaran dan terus mencari dari mana rasa sesak itu datang.
Lalu, saat aku duduk di atas pasir Pantai Kuta, sambil melihat matahari terbenam dengan warna orange khasnya, aku teringat sesuatu.
Seakan melihat reka adegan dari kejadian di masa lalu, aku teringat akan hari itu, hari ketika kita sedang berlibur di Bali bersama teman-teman lainnya.
Aku berjalan-jalan kecil bersama ketiga sahabatku sambil bermain air.
Lalu pandanganku mengarah padamu yang sedang duduk diatas pasir bersama teman-teman dekatmu.
Seakan berada di dunia yang berbeda, kamu sama sekali tak melihat kearahku.
Tak ada yang salah memang, tapi hatiku sakit.
Sadarkah kamu bahwa hari itu adalah awal dari semuanya?
Karena sejak hari itu, kedekatan kita memudar.
Dan sejak hari itu, aku seakan tak pernah lagi berbicara denganmu.
Aku tahu aku tak punya hak untuk protes.
Itu sebabnya aku hanya menyimpan rasa sakit itu dalam hati. Sedalam mungkin agar rasa sakitnya tak sampai ke permukaan.
Ah, jika mengingat hari itu rasanya aku seperti orang bodoh Van.
Aku tenggelam dalam rasa sakit yang kubuat sendiri sampai aku sama sekali tak menikmati liburan itu.
Liburan yang seharusnya bisa kunikmati dengan teman-teman dekatku, yang seharusnya bisa membuatku bahagia justru sama sekali tak bisa kunikmati.
Kamu, iya kamu Evan. Kamu menjadi bayang-bayang ditengah liburan waktu itu.
Bodoh memang, aku yang membuat rasa sakit itu dan aku sendiri pula yang rugi tak bisa menikmati liburan.
Mau bagaimana lagi?
Cinta kadang membuat orang menjadi bodoh dan tak bisa berpikir jernih.
Sama seperti aku saat itu. Telah jatuh cinta dengan kamu yang sama sekali tak melihatku, sampai aku tak bisa menata hati dan rasa sakit itu agar kukesampingkan dan lebih mementingkan liburanku.
Tapi Evan, ada hal bodoh lain yang membuatku semakin tenggelam dalam rasa sakit saat itu.
Saat itu adalah masa dimana aku sangat suka dengan film tv. Sebuah film pendek yang ditayangkan di tv dengan durasi yang lebih singkat. Nama trendnya adalah ftv.
Setiap cerita dalam ftv selalu berhasil membuatku meleleh. Membuatku terbayang dan berharap ada pada posisi pemeran cewek utama di ftv tersebut. Dimana pemeran cewek utama di ftv selalu memperoleh ending bahagia dengan pemeran cowok utama.
Dan hal itu lah yang membuatku semakin terlihat bodoh saat itu.
Aku dengan bodohnya berharap kamu memperhatikanku dalam diam.
Aku berharap ketika liburan saat itu selesai, kamu akan langsung menghubungiku.
Hahahaha. Terlalu bodoh bukan?
Karena pada kenyataannya, baik itu saat liburan maupun setelah liburan kamu sama sekali tak pernah memperhatikanku apalagi menghubungiku.
Masa lalu yang menyakitkan memang.
Ohya, dan menyedihkan.
Dan kini aku merasakannya kembali. Mengingat kejadian itu membuat rasa sesak itu datang kembali.
Tidak. Bahkan sebelum aku mengingatnya, saat aku hanya melewati tempat yang sama dengan suasana yang sama, rasa sakit itu datang dengan sendirinya.
Andai kamu bisa membalas surat ini, boleh aku tanya satu hal?
Apa benar selama liburan kita waktu itu, kamu sama sekali tak pernah melihat ke arahku? Padahal sebelum liburan itu kita bahkan sering ngobrol bareng.
Sampai jumpa di surat berikutnya Evan.
From The Deepest of My Hearth,
Via.