Selamat datang bulan Juni, sungguh enam bulan ini sangat cepat. Rasanya baru kemarin aku membeli album BTS ( bulan Januari ), eh sekarang sudah bulan Juni rupanya. Dan covid-19 masih menjadi perbincangan hangat di seluruh dunia.
Enam bulan kali ini terasa lebih cepat dari biasanya. Kenapa? Kurasa semua orang sudah tahu penyebabnya.
Covid-19 membuat kita tak lagi mampu melakukan kegiatan se-leluasa biasanya. Kegiatan kita menjadi terbatas. Kurasa inilah yang membuatku merasa enam bulan ini berlalu lebih cepat daripada biasanya. Bayangkan saja sejak pertengahan Maret 2020 sampai detik aku menulis cerita ini posisiku tetap di kosan, belum bisa sepenuhnya beraktivitas di luar meskipun sebenarnya kantorku sudah mulai menerapkan new normal. Oke, nanti akan kujelaskan detailnya dibawah hehe.
Belakangan aku mendadak berpikir, mengingat kembali kejadian-kejadian yang telah terjadi sejak Januari 2020. Aku baru sadar jika dalam enam bulan ini telah ada dua kejadian besar yang dapat aku sebut “mengganggu kegiatan” normal masyarakat.
Awal Januari kemarin Jakarta mengalami banjir besar, banyak titik yang terdampak, banjir dimana-mana. Tentu saja ini sangat berpengaruh terhadap produktivitas masyarakat. Story Instagram dipenuhi dengan teman-temanku yang berbagi cerita tentang banjir yang mereka rasakan. Aku bersyukur kosanku aman dari banjir, yah meskipun jalur dari kos ke kantor ada yang tergenang banjir, tapi masih ada solusi naik TransJakarta yang bebas dari banjir karena lewat jalur atas. Kantor pun alhamdulillah bebas dari banjir, jadi tetap dapat beroperasi seperti biasanya.
Beruntung kondisi banjir ini tidak berlangsung lama, kurasa sekitar satu minggu lamanya. Setelah itu kegiatan kembali normal.
Bulan Februari aku uda mulai mengetahui tentang Covid-19, atau waktu itu sih masih disebut “Virus Corona jenis baru”. Aku tidak terlalu mengikuti beritanya, tapi aku tahu virus ini berbahaya karena penyeberannya terbilang cepat. Saat itu kondisi Indonesia masih tenang, masyarakat beraktivitas seperti biasanya. Masker dan hand sanitizer masih belum langka. Gedung-gedung belum ada yang menerapkan protokol “cek suhu badan” di setiap pintu masuk. Semuanya masih normal.
Tapi tidak ketika memasuki bulan Maret.
Awal Maret adalah permulaan dari berubahnya situasi di Indonesia. Karena saat itulah pasien pertama yang positif covid-19 di Indonesia telah diumumkan. Pada hari yang sama pun langsung muncul berita tentang “panic buying” yang terjadi pada beberapa surpermarket di Jakarta. Setelah itu jangan ditanya, masker dan hand sanitizer menjadi barang paling berharga. Selain karena memang itulah yang dibutuhkan untuk mencegah tertular covid-19, juga karena saat itu dua barang tersebut sangat langka! Sekali ada yang menjual pun harganya sangat tidak manusiawi!
Tapi semuanya masih baik-baik saja saat itu. Maksudku masyarakat masih beraktivitas dengan normal. Yang berbeda hanya pada penggunaan masker, mulai adanya pemeriksaan suhu di setiap pintu masuk gedung, dan kampanye mencuci tangan yang bertebaran dimana-mana.
Kemudian semuanya perlahan berubah saat memasuki pertengahan Maret 2020. Mulai ada beberapa perusahan yang menerapkan WFH ( Work From Home ), bahkan presiden pun mulai menyuarakan tentang himbauan melakukan kegiatan di rumah. Kantorku pun mulai menerapkan WFH pada beberapa karyawan. Aku sendiri mulai WFH pada pertengahan Maret 2020.
Ohya, daripada merasa bosan saat WFH, coba deh saat senggang baca-baca cerita online, lumayan bisa menjadi penghilang rasa bosan. Salah satu novel Love Sign yang ada di wattpad bisa banget nih untuk jadi bahan bacaan hihi 🙂
Bagaimana situasi setelah WFH?
Berubah drastis, tentu saja.
Bagaimana tidak? Semua kegiatan kini kulakukan di kosan. Bahkan aku yang selama ini sangat jarang masak pun dituntut untuk rajin masak supaya lebih terjamin kebersihannya. Belanja kebutuhan pun kini aku benar-benar modal hp dan m-bangking. Semuanya aku beli online, setiap barang sampai pun selalu aku biarkan di pojokan kamar dekat pintu sebelum aku simpan di rak penyimpanan. Kenapa? Tentu saja untuk membiarkan kuman-kuman yang ada di barang-barang itu mati dengan sendirinya.
Tidak banyak kegiatan yang bisa kulakukan di kosan selain kerja didepan laptop dan masak. Itulah sebabnya aku merasa waktu berlalu sangat cepat. Semua kegiatanku sangat monotone! Not to complaint, it’s the truth tho.
Situasi berubah drastis selama hampir tiga bulan belakangan ini.
Masyarakat banyak yang bekerja dari rumah, transportasi umum dibatasi, ojek motor pun ditiadakan sementara waktu.
Namun, akhir Mei perlahan mulai disuarakan istilah “New Normal”. Sebuah kehidupan baru yang mau-tidak-mau harus mulai dapat kita terima. Sebuah kehidupan dengan berbagai macam aturan yang harus ditaati demi menjaga satu sama lain, demi tetap melakukan kegiatan namun juga tetap menjaga diri agar tidak terpapar virus covid-19.
Sejujurnya aku cukup setuju dengan adanya “New Normal” ini. Tapi hanya untuk daerah Jakarta, daerah luar Jakarta justru sebaiknya tetap menerapkan PSBB. Memang dari jumlah kasus belum menunjukkan angka nol, tapi ketika berbicara pergerakan kurva, Jakarta kini terbilang sedikit menurun dan perlahan stabil. Sayangnya, kondisi ini berbeda 180 derajat dengan kondisi di luar Jakarta. Pasalnya jika berbicara jumlah penambahan kasus positif se-Indonesia, itu masih naik. Dimana kenaikan itu jika dulu 80% kasus harian berasal dari Jakarta, kini justru Jakarta hanya ada mungkin 10% dari total kasus harian, sisanya dari daerah.
Kurasa kita sekarang sedang berada dalam masa “penyebaran”. Lihat saja, hampir 90% kasus berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
Kembali berbicara tentang “New Normal”. Kini pemerintah secara perlahan melonggarkan aturan untuk beraktivitas di luar. Tempat beribadah, perkantoran, bahkan mall kini telah beroperasi kembali. Namun tidak dalam kondisi benar-benar normal. Antrian di stasiun begitu panjang karena pembatasan jumlah manusia yang berada didalam ruangan dan kereta, petugas mall bekerja dengan menggunakan face shield, kantor-kantor menerapkan berbagai peraturan demi menjaga kesehatan bersama.
Melihat masih tingginya penumpang kereta yang rela antri panjang demi ke kantor membuatku menyadari bahwa nampaknya tidak semua kantor mampu menerapkan WFH dalam waktu yang lama. Aku paham dengan kondisi ini karena memang tidak semua bidang dapat dikerjakan dari rumah, tapi apa memang sebanyak itu pekerja yang bidang pekerjaannya tidak dapat dilakukan dari rumah? Aku hanya sedih melihat antrian penumpang kereta yang begitu panjang. Tapi mari kita doakan pejuang-pejuang ini supaya selalu diberi kesehatan, karena sungguh aku yakin mereka melakukan itu pasti karena tak ada pilihan lain.
Sejak 26 Mei kemarin kantorku sudah mulai menerapkan “New Normal” dengan berbagai peraturan yang diterapkan. Tapi tidak masalah, aku appreciate dengan kantor yang sangat memperhatikan kegiatan didalam kantor agar tetap aman dan nyaman. Semakin menarik lagi karena kantor masih mengijinkan WFH ( tentu saja atas persetujuan atasan dari masing-masing divisi ). Awalnya kantor hanya mengijinkan para pegawai menggunakan kendaraan pribadi dan taksi bluebird sebagai transportasi ke kantor. Namun, seiring kelonggaran dari pemerintah kini penggunaan transportasi umum sepertinya sudah diperbolehkan ( melihat dari surat edaran terbaru yang tidak menyinggung tentang transportasi pegawai ).
Aku pribadi sejujurnya sangat ingin merasakan pulang-pergi naik TransJakarta ke kantor, tapi melihat kondisi sekarang yang belum sepenuhnya kondusif membuatku ragu.
Tanggal 27 dan 28 Mei kemarin aku ke kantor naik bluebird ( no choice ) selain ada keperluan juga sekalian mood charging karena sungguh aku saat itu berada dalam tahap “sangat jenuh” akibat sama sekali ngga keluar kosan. Setelah merasa mood membaik, hari-hari berikutnya aku kembali WFH.
Ada ngga sih yang merasa setelah masa karantina ini kita jadi punya rasa takut untuk keluar rumah dengan transportasi umum? Tidak, daripada takut mungkin lebih tepatnya khawatir?
Ada yang seperti itu juga ngga? Atau cuma aku aja? Hehehehe.
Well, mari berharap pandemi ini dapat segera berakhir. Sungguh aku menantikan hari-hari dimana aku bisa dengan santainya berjalan di luar, naik TransJakarta, berjalan kaki dari halte ke kosan atau ke kantor.
Ahh,. Aku benar-benar merindukan masa-masa itu..
Baca Juga cerita lainnya selama pandemi disini: