Judul: Your Eyes Tell
Karya: ViaViiaa
Disarankan untuk membaca cerpen RUN terlebih dahulu. Klik disini untuk baca.
Part Sebelumnya :
Hampir satu tahun berlalu, hubunganku dengan Safira noona menjadi semakin dekat. Ia kini selalu menceritakan setiap keluh kesah serta masalahnya padaku, sekecil apapun itu. Tatapan mata yang sejak awal mencuri perhatianku, kini telah berubah. Senyuman favoritku kini menjadi semakin indah dengan tatapan mata yang juga diselimuti kebahagiaan. Aku tak lagi melihat kesedihan dalam binar matanya.
Tentu saja harus seperti itu.
Karena sejak malam itu, dimana aku akhirnya mengetahui alasan dibalik kesedihan yang kurasakan setiap melihat matanya, aku telah berjanji pada diriku sendiri untuk menghilangkan kesedihan itu. Aku ingin selalu membuatnya tersenyum tanpa merasakan beban sedikitpun. Senyuman yang benar-benar lepas, senyuman yang sepenuhnya dipenuhi dengan kebahagiaan.
“Tapi sekarang itu menjadi masalah buatku noona” ucapku.
Sontak ia berpaling menatapku penuh tanya.
“Berhenti menyimpan semuanya sendiri. Sekarang ada aku. Noona bisa menceritakan semuanya padaku.”
Aku terdiam sesaat, menatap kedua bola mata itu untuk sejenak.
“Aku senang melihat noona tersenyum, tertawa. Tapi disaat yang sama pula aku selalu merasa sedih saat melihat mata noona.”
“Aku ingin noona tersenyum lepas, tanpa beban sedikitpun.”
“Jika ada masalah yang mengganggumu, ceritakan padaku noona. Jangan menyimpannya sendiri. Itu menyesakkan, bukan hanya buat noona, tapi juga buatku.”
Aku melihatnya sedikit menunduk lengkap dengan kedua telapak tangan yang menutupi wajahnya, namun terlihat jelas jika air mata itu kembali terjatuh, bahkan semakin tak terkendali.
Kugenggam lengannya, menariknya perlahan secara bergantian. Kemudian kuusap lembut air mata itu, dan mengangkat wajahnya perlahan untuk menatapku.
“Berjanjilah, mulai sekarang noona harus menceritakan semuanya padaku. Jangan menyimpannya sendiri.” ucapku kembali mengusap lembut air matanya, kemudian tersenyum kecil.
Ia hanya terdiam, menatapku sejenak, kemudian memjamkan mata dan menunduk, lengkap dengan air mata yang masih mengalir.
Namun setelahnya ia mengangguk.
“Iya, aku janji” ucapnya.
Jam dinding menunjukkan pukul dua belas siang. Meskipun VOP sedang libur, hari ini aku datang ke agensi untuk membuat lagu di studio sejak pagi. Namun sebenarnya ada alasan lain yang membuatku datang ke agensi hari ini. Karena malam nanti aku memiliki janji bertemu dengan Safira noona. Memintanya datang ke rooftop pukul delapan malam.
Aku melirik sebuah paper bag besar yang ada di sofa, berisi buket bunga dan sebuah kotak kecil berwarna putih.
“Semoga semuanya berjalan lancar” gumamku lengkap dengan senyuman.
Lima belas menit berlalu, manajer tiba-tiba mendatangiku.
“Jung-Hwa, sajangnim ingin bertemu denganmu.” ucapnya di ambang pintu.
“Tiba-tiba? Ada apa hyung?”
“Entahlah, ayo ke ruangan sajangnim sekarang”
Aku berdehem kemudian mengangguk dan mengikuti langkah manajer menuju ruangan sajangnim.
“Ada apa sajangnim?” tanyaku setelah kami dipersilahkan masuk ke ruangan dan duduk pada kursi didepan mejanya.
Sajangnim hanya terdiam kemudian meletakan beberapa foto diatas meja.
“Kamu seharusnya tidak lupa dengan syarat yang saya berikan saat menerima Safira bekerja di agensi ini Jung-Hwa” ucapnya.
Aku melihat beberapa foto yang menampilkan aku dan Safira noona sedang duduk berdampingan di sebuah bangku taman.
Aku ingat betul kapan itu terjadi. Saat VOP sedang tur di London.
Saat itu Safira noona sangat ingin menikmati pagi hari di taman sambil meminum teh. Aku yang tidak ingin ia pergi sendirian pun akhirnya menemaninya. Aku mengajaknya pergi ke taman khusus untuk tamu vip di hotel tempat kami menginap. Dan karena masih pagi hari, aku merasa tidak akan ada banyak orang di luar. Ditambah dengan taman yang aku pilih pun bukan untuk semua orang. Semuanya aman, pikirku.
Tapi ternyata pikiranku salah, aku tidak menyangka akan ada media yang menemukan kami.
“Jung-Hwa” panggil manajer sedikit menggoyangkan lenganku.
“Eh? Iya hyung?” tanyaku sedikit terkejut saat sadar dari lamunanku.
Manajer mengarahkan pandangan pada foto-foto tersebut, kemudian menatapku. Seolah memintaku untuk memberi penjelasan.
“Maaf sajangnim, tapi saya tidak ada hubungan apapun dengan Safira noona.”
“… untuk sekarang” lanjutku dalam hati.
“Kalau kamu masih mengingat syarat yang saya berikan tahun lalu, seharusnya tidak ada foto itu Jung-Hwa”
“Saya masih mengingatnya sajangnim.”
“Kalau begitu buktikan.”
Sontak aku menatap sajangnim dengan penuh tanda tanya.
“Saya yakin kamu pasti paham apa maksud saya Jung-Hwa.”
“Kalau kamu tidak bisa melakukan syarat itu, dengan sangat terpaksa saya harus memutus kontrak kerja Safira sekarang juga.”
“Tidak, jangan sajangnim.” ucapku segera ketika mendengar kalimat tersebut.
“Kalau begitu lakukan syarat itu dengan baik Jung-Hwa.”
“Dua bulan lagi kontrak dia selesai. Sejujurnya saya berniat memperpanjang kontrak tersebut, juga memberinya asisten. Karena kinerja Safira sangat bagus dan melebihi ekspektasi saya.”
“Tapi kalau seperti ini kejadiannya, dengan sangat berat hati saya tidak akan memperpanjangnya.”
Aku terdiam sejenak, mempertimbangkan apa yang yang harus kulakukan setelah ini.
“Baiklah, saya janji akan menjauhinya.” ucapku.
“Tapi sajangnim juga harus berjanji untuk memperpanjang kontraknya.” lanjutku.
“Oke, akan saya lakukan jika kamu berhasil melakukan syarat itu dengan baik. Sekarang kamu bisa kembali, saya mau bicara sebentar dengan manajermu.”
Aku menunduk kemudian pergi meninggalkan ruangan tersebut dan kembali ke studio.
Memasuki ruangan studio, pandanganku langsung tertuju pada paper bag yang berada di sofa. Duduk tepat disebelahnya, kemudian mengambil kotak kecil berwarna putih dari dalam paper bag tersebut.
“Apa yang harus kulakukan noona?” tanyaku pada kotak kecil tersebut yang kini telah terbuka.
Beberapa menit kemudian pintu studio terbuka, menampakkan manajer yang baru saja memasuki ruangan studio lalu duduk tepat dihadapanku.
“Aku bingung hyung” ucapku.
“Aku tahu ini pasti pilihan yang berat. Tapi saranku, ikuti saja keinginan sajangnim. Ini juga demi Safira. Bukankah ini karir yang dia impikan?”
“Iya, ini karir impiannya sejak SMA.”
“Tapi aku tidak yakin bisa menjauh darinya hyung. Penantianku selama dua tahun akhirnya terbayar selama hampir satu tahun ini. Kenapa harus berakhir dengan cepat?” lanjutku, meletakkan kotak kecil tadi pada sofa, kemudian menutup wajah dengan kedua telapak tanganku.
“Maaf Jung-Hwa, hyung tidak bisa berbuat apapun selain mengikuti keinginan sajangnim.”
“Tidak perlu minta maaf hyung. Ini bukan salah hyung.”
“Aku hanya bisa memberimu saran, jangan bertindak seperti tahun lalu. Ingat, kamu kemarin baru saja tanda tangan perpanjangan kontrak.”
“Iya hyung, aku tahu itu.”
“Baiklah, apapun keputusanmu aku pasti mendukung. Jika butuh bantuan panggil saja, aku ada di ruangan sebelah.”
“Iya, terimakasih hyung.”
Manajer berdehem kemudian pergi meninggalkan studio.
Aku kembali membuat kotak kecil yang kuletakkan di sofa, menatapnya dengan seksama.
“Maafkan aku noona” ucapku, menutup kembali kotak tersebut kemudian mengambil ponselku.
***
——— BERSAMBUNG ———
Part Selanjutnya :
Baca Juga: