[PART 5 - LAST] RUN
Cerpen

[PART 5 – LAST] RUN


Judul: RUN ( Running from you? or Running without you? )
Karya: ViaViiaa

Part Sebelumnya :

 


Kembali ke saat ini . . .

“Ayah, Ibu” ucapku ditengah isak tangis yang semakin tak mampu kuhentikan.

Detik itu juga aku langsung menghubungi kedua orang tuaku. Tidak melalui ponsel, namun melalui video call di salah satu sosial media.

Disaat panggilanku diterima, kemudian layar laptopku menampilkan wajah kedua orang tuaku, detik itu pula air mata kembali terjatuh tanpa mampu kuhentikan.

Kenapa?

Aku hampir saja melupakan alasan keberadaanku disini.

Aku hampir saja melupakan siapa yang memberiku jalan untuk berada dititik ini.

Aku hampir saja melupakan bagaimana beratnya perjuanganku saat itu demi berada pada titik ini.

Lalu sekarang apa? Dengan mudahnya aku berpikir untuk resign? Meninggalkan jejak buruk dalam perjalanan karirku? Bukan justru memperbaikinya?

***

Aku berjalan perlahan menyusuri lorong kantor agensiku. Berusaha menguatkan diri untuk meminta maaf dengan atasan dan beberapa staff, juga mungkin dengan VOP yang hari ini ada jadwal pemotretan.

Atasanku dengan besar hati menerima maafku, membiarkanku kembali bekerja. Begitu pula dengan staff, dan VOP yang sedang berada dalam satu studio luas untuk pemotretan. Meskipun awalnya mendapat omelan dari beberapa staff, aku hanya diam, mengangguk dengan tetap meminta maaf sampai akhirnya mereka pun memafkanku.

Menyakitkan, sangat menyakitkan. Itulah yang kurasakan saat ini ketika berada dalam satu ruangan yang hanya ada aku dan Jung-Hwa. Sebisa mungkin aku tidak menatap wajahnya, karena demi apapun itu hanya akan semakin menambahkan luka. Aku benar-benar tidak salah lihat malam itu, karena tampaknya Jung-Hwa kini benar-benar tidak lagi peduli denganku, bahkan tak ada satu pesan pun yang ia kirimkan setelah malam itu.

“Tahan Safira, jangan nangis! Tahan, tahan, tahan! Setidaknya selama dua bulan kedepan, tahan yaa” ucapku dalam hati, berusaha menguatkan diri.

Hari-hari berikutnya hanya kegelapan yang kurasakan. Tidak ada satu hari yang kulalui tanpa menangis. Bagaimana tidak, semakin hari aku semakin sering melihat Jung-Hwa bersama perempuan itu. Perempuan yang kulihat malam itu.

Dua bulan berlalu, aku memutuskan untuk tidak melanjutkan kontrak di agensi tersebut, meski mendapat tawaran kenaikan gaji dan diberi asisten. Karena sungguh tawaran tersebut tidak ada artinya jika dibandingkan hari-hariku yang kini menjadi gelap karena harus menahan rasa sakit yang masih belum mampu kusembuhkan.

Selain itu, aku pun telah mendapat tawaran bekerja di salah satu agensi ternama di Korea Selatan. Membuatku semakin yakin untuk tidak melanjutkan kontrak tersebut.

“Jung-Hwa aku sudah tidak bisa lagi berada disisimu. Ini semua karena kebodohanku yang telah membiarkan perasaan ini jatuh semakin dalam, membuatku lupa diri. Jika aku tetap berada di tempat ini maka jalanku akan terhenti, impianku akan berhenti, kehidupanku tidak lagi cerah seperti sebelumnya.” ucapku sambil berdiri tepat didepan practice room yang gelap, tempat dimana rasa sakit ini dimulai.

“Lagipula aku juga lelah menangis setiap hari. Sekarang aku mau memulai kembali semuanya. Masih banyak keinginan yang harus kuraih, atau setidaknya aku ingin mempertahankan karirku ini hingga pada titik tertingginya. Membiarkan kaki ini membawaku berlari menggapai keinginan itu, tanpa ada kamu.” aku melihat gelang berbentuk bulan di tangan kananku, melepasnya, kemudian membiarkannya terjatuh begitu saja.

Tidak mudah menyembuhkan luka yang telah tergores di hati, apalagi melupakannya. Hanya mereka yang beruntunglah mampu menyembuhkan luka dengan cepat, karena datangnya seseorang sebagai obat dari luka tersebut. Namun jika tidak beruntung, maka hanya waktu yang mampu menyembuhkannya.

***

Lima bulan berlalu, pekerjaanku semakin baik. Adanya asisten membuat kesibukanku sedikit berkurang, semakin banyak menghabiskan waktuku untuk mencoba berbagai macam style baru yang dapat menjadi bagian dari referensiku saat bekerja.

Meski masih banyak yang kuinginkan, karena memang tabiat manusia tak pernah puas dengan apa yang telah dimiliki. Aku bersyukur karena akhirnya telah berada pada titik dimana impian masa sekolahku telah tercapai.

Menjadi fashion stylist di salah satu agensi ternama di Korea Selatan.

 

 

 

Ting!

 

 

 

“Noona, mungkin ini terlambat. Tapi aku benar-benar minta maaf karena sudah menyakitimu Noona. Aku terpaksa melakukan semua ini karena tidak mau terjadi sesuatu padamu.

 

Aku mencintaimu Noona.

 

Sekali lagi, maafkan aku Noona.

Jika masih ada kesempatan, aku ingin memperbaiki semuanya.

Juga banyak hal yang perlu aku bicarakan.”

 

 

——— SELESAI ———

Baca Juga:

run run run run run


2 thoughts on “[PART 5 – LAST] RUN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top